Site Network: Staf | Law | Projects | Schedule

 

ALAMAT Jl. A. Yani km 36 Banjarbaru Telpon (0511)7404982 KALIMANTAN SELATAN



ASAM SIANIDA

Sianida ( asam cyanida, asam prussiat) dewasa ini menjadi perhatian penting masyarakat karena terjadinya banyak kasus keracunan oleh bahan kimia ini. Kebanyakan terjadinya kasus keracunan cyanida karena tertelan secara tidak sengaja dari bahan yang mengandung racun tersebut. Kejadian sering dilaporkan pada industri kimia karena bentuk hydrogen cyanida dan derivatnya digunakan pada proses elektroplating, metallurgi dan ekstraksi logam emas ataupun perak didaerah pertambangan. Juga digunakan untuk membuat fiber sintetik, plastik dan fumigasi ataupun juga untuk fertilizer.

Kejadian toksisisitas cyanida tidak hanya tertelan melalui mulut, tetapi sering terjadi melalui inhalasi dan dan absorpsi melalui kulit.. Gas cyanida sangat berbahaya, dengan menggunakan topeng gas tidak dapat melindungi seluruhnya terhadap keracunan cyanida ini dan hanya berpengaruh sedikit. Bentuk garam cyanida adalah paling beracun dimana garam ini sering terkandung dalam komponen bahan kimia yang mengandung cyanida.

Dosis lethal (LD 50) dari komponen ini adalah sekitar 2 mg/Kg, dnegan menelan 50-75 mg dari garam cyanida ini dapat menyebabkan sulit bernafas dalam waktu beberapa menit. Hallogen cyanida adalah gas yang mengiritasi dan dapat menyebabkan oedema paru-paru, air mata kelur terus dan hipersalivasi.

Kebanyakan plastik dan serat acrylic dapat mengeluarkan gas cyanida bila dibakar. Gas tersebut dapat terhisap melalui pernfasan terabsorpsi melalui kulit dan dapat menyebabkan terjadinya kematian. Sumber lain dari keracunan cyanida ialah dengan memakan/termakan cyanogenik glycosida yang terdapat dalam biji dari buaha-buahan tertentu. Amygdalin, adalah salah satu senyawa cyanogenik glykosida yang terdapat dalam biji buah apel, peach, plum, apricot, cherry dan biji almond, dimana amygdalin di hidrolisa menjadi hidrogen cyanida.

Mekanisme toksisitas sianida
Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++). Tubuh yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi inaktif oleh cyanida. Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari dari sistem enzim cytochrom oksidase yang terdiri dari cytochrom a-a3 komplek dan sistem transport elektron. Bilamana cyanida mengikat enzim komplek tersebut, transport elektron akan terhambat yaitu transport elektron dari cytochrom a3 ke molekul oksigen di blok. Sebagai akibatnya akan menurunkan penggunaan oksigen oleh sel dan mengikut racun PO2.

Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengan kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam cytochrom dalam siklus respirasi. Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama proses itu masih bergantung pada cytochrom oksidase yang merupakan tahap akhir dari proses phoporilasi oksidatif.

Selama siklus metabolisme masih bergantung pada sistem transport elektron, sel tidak mampu menggunakan oksigen sehingga menyebabkan penurunan respirasi serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan histotoksik seluler hipoksia. Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai jaringan normal tetapi sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini berbeda dengan keracunan CO dimana terjadinya jarinngan hipoksia karena kekurangan jumlah oksigen yang masuk. Jadi kesimpulannya adalah penderita keracunan cyanida disebabkan oleh ketidak mampuan jaringan menggunakan oksigen tersebut.

Gejala klinis
Sianida menyebabkan keracunan yang sangat cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu beberapa menit. Terjadinya gejala keracunan cyanida bergantung pada jenis cyanidanya. Gas hidrogen cyanida adalah paling beracun dan gejalanya timbul dalam beberapa detik dan kematian terjadi dalam beberapa menit. Bila garam cyanida termakan, gejalanya tidak cepat terlihat, karena bahan kimia tersebut diabsorpsi secara lambat. Derajat keparahan bergantung pada jumlah/dosis yang masuk kedalam tubuh. Gejala yang terlihat pada keracunan sedang adalah sebatas pada kelemahan penderita, sakit kepala, mual dan muntah. Gejala tersebut terjadi dengan cepat dan terlihat tidak spesifik.

Pada umumnya hipoksia seluler yang disebabkan oleh keracunan cyanida dapat menyebabkan kematian sel, tetapi kekurangan oksigen pada sel tertentu pada aortik dan karotik adalah penyebab utama dari kematian sel tersebut. Hal ini menyebabkan gejala piperpnea, yang diikuti dengan dyspnea. Terjadinya nausea dan vomitus mungkin disebabkan karena iritasi pada mukosa gastro-intestinal oleh garan cyanida tersebut.

Begitu konsentrasi cyanida dalam darah meningkat, laju respirasi menjadi lambat (menurun) dan terjadi sesak nafas, tetapi cyanosis biasanya tidak ditemukan. Konsentrasi cyanida dalam darah meningkat, kekurangan oksigen pada otak terjadi dan timbul kejang-kejang hipoksia dan kemudian diikuti dengan kematian karena nafas terhenti.

Pengobatan
Pada kejadian keracunan akut sulit dapat ditolong. Pengobatan terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah cyanida yang terikat dalam jaringan. Satu paket antidotum telah digunakan yaitu mengandung:Amyl nitrit inhalant, 3% larutan sodium nitrit, dan 25% larutan sodium thiosulfat

Pertama diberikan adalah amyl nitrit melalui inhalasi, diikuti dengan sodium nitrit melalui intravena. Kedua bahan tersebut berguna untuk mengoksidasi besi ferro dalam haemoglobin menjadi ferri, hal tersebut menghasilkan metHb (Fe3+). MetHb berkompetisi dengan cytochrom oksidase untuk sirkulasi cyanide (persamaan A). MetHb mempunyai ikatan cyanida yang lebih kuat daripada cytochrom oksidase, tetapi metHb hanya dapat mengikat cyanida bebas (persamaan B), begitu juga cyanida-cytochrom oksidase komplek. Sehingga pelepasan dari enzim menyebabkan terjadinya aktifitas sistem elektron transport timbul. Akibatnya pembebasan cyanida kedalam intraseluler akan diikat oleh metHb dan terbentuk cyanometHb (persamaan C).

Perlu diingat bahwa reaksi antara cyanida dan kompleknya adalah reaksi reversibel sehingga cyanometHb juga berpotensial untuk disosiasi. Disinilah kondisi mengapa diterapkan penggunaan cyanometHb dengan thiosulfat disertai sulfur transferase (rhodanese), ditujukan untuk membentuk komponen nontoksik dari thiocyanat yang siap diekskresikan melalui ginjal (persamaan D).

Walaupun penggunaan antidotum spesifik untuk toksisitas cyanida telah direkomendasikan, ada beberapa hal perlu diperhatikan. Yaitu bilamana haemoglobin berubah menjadi met-Hb, ia kehilangan kemamampuannya untuk mengikat oksigen. Hal ini menyebabkan terjadinya disosiasi, reaksi berbalik arah, sebagi akibatnya timbul bahaya gangguan fisiologis. Hal lain ialah terjadinya kemungkinan penurunan tekanan darah karena hadirnya nitrit. Bahan tersebut memacu terjadinya vasodilatasi sehingga menyebabkan kolaps kardiovaskuler.

Pemberian oksigen adalah merupakan antidotum yang tidak spesifik, tetapi sangat berguna untuk pengobatan toksisitas cyanida. Pengobatan dengan oksigen dapat sangat berguna karena ada dua alasan yaitu: 1.Dapat menggantikan ikatan cyanida dalam cytochrom oksidase; 2.Meningkatkan jumlah oksigen intraseluler yang akan dapat mencukupi kekurangan non-enzimatik cytochrom menjadi oksidase cytochrom sehingga dapat berfungsi sebagai transport elektron kembali. Telah direkomendasikan bahwa oksigen diberikan setelah pemberian nitrit karena terjadinya penurunan ikatan oksigen oleh metHb sehingga terbentuk hemoglobin kembali.

Label:

posted by Admin @ 01.30,

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home